17 September 2016

Pejuang SKP

Hallo para pejuang SKP..!!

Masih semangatkah kalian mencari info seminar/workshop/pelatihan fisioterapi kesana kemari atau bahkan sampai rela gaji yang kalian terima terprioritaskan untuk mengikuti seminar tersebut demi mengumpulkan jumlah Satuan Kredit Partisipan (SKP) guna kepentingan perpanjangan Surat Tanda Registrasi (STR) agar profesi kita tetap berjalan dan diakui.

Jadi kemarin ada salah seorang teman kuliah membuat grup di salah satu media sosial yang berisikan teman2 satu angkatanku. Kemudian dia membuka pembicaraan yang memuat keresahan yang dia rasakan terkait jumlah SKP yang dia miliki saat itu.

"Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2013, Ikatan Fisioterapi Indonesia menetapkan Registrasi Tenaga Kesehatan seorang Fisioterapis yang akan memperpanjang STR harus memiliki jumlah komulatif SKP sebesar 25 SKP. Komulatif jumlah SKP tersebut dihitung dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir atau sejak diterbitkannya STR sampe  habis masa berlakunya STR tersebut."

" SKP kalian udah berapa jumlahnya?" Dia bertanya kepada kami. Dan jawaban teman2 pun beragam. Ada yang masih mengumpulkan kurang dari 10 SKP, lebih dari 15 SKP, bahkan ada juga yang sudah mencapai 25 SKP. Dan Alhamdulillah aku sdh mengumpulkan 25 SKP dari seminar/pelatihan/workshop yang aku ikuti.

Kemudian keresahan selanjutnya datang dari temanku yang berasal dari ujung Timur Indonesia, Papua. Namanya Isaura Melani Patay. Biasa kami panggil, Aya.

" Nah, kalian yang di Jawa enak. Seminar banyak diadakan. Lalu Aya gimana disini, boro2 seminar.. tenaga fisioterapis disini aja terbatas. Pertemuan Ikatan Fisioterapi Indonesia (IFI) juga g jalan. Mau ke Jawa juga butuh biaya banyak. "

Sedikit cerita flashback saat Aya pertama kali ku ajak ke sebuah tempat makan dekat kampus. Saat itu kami berdua memesan dua es jus. Begitu mau bayar, Aya kaget. "Muraaaah sekali, Tika!! Di Papua sana satu es jus bisa sampai 30ribu." *oke..aku bersyukur jadi orang Jawa, Hahaha*

Lanjut ke permasalahan..

Nhaa..dari kondisi yang dialami Aya tadi, aku jadi berpikir. Yang di Papua aja begitu semangat untuk mengikuti seminar, masa iya kita yang ada di Jawa - Sumatera - Kalimantan - Sulawesi dengan akses informasi/transportasi yang mudah dan organisasi yang sdh tertata apik, kalah dengan semangat mutiara hitam dari timur!! *ini Aya woii, bukan Persipura. :D *

Ini semua kemauan kok teman2. Kalau kalian cuma fokus untuk mengumpulkan jumlah SKP, kalian akan terus memikirkan tentang berapa biaya yang dihabiskan dan jarak yang ditempuh. *Aya pengecualian*. Beda niat kalau kalian lebih mengutamakan update ilmu yang akan kalian dapatkan dgn mengikuti seminar tersebut. Mau biaya berapa juga, Insya Allah bisa. SKP dapat, ilmu juga dapat. Begitu..

Biaya seminar memang berbeda-beda. Disesuaikan dengan tema, nara sumber, jumlah jam kegiatan, tempat diadakannya kegiatan, dan jumlah SKP yang didapat. Kalau hanya seminar, biaya yang dikeluarkan bisa kurang dari 250rb. Beda lagi dengan workshop atau pelatihan. Bisa mencapai jutaan, karena diadakan selama beberapa hari.

Kalau terganjal masalah biaya, bisa kok kalian pilah pilih mana seminar yang kiranya tidak memberatkan. Karena biasanya, seminar tidak hanya satu. Tapi banyak sekali institusi yang mengadakan kegiatan tersebut dan dishare di media sosial.

Bersama dengan salah seorang temanku yang bernama Evi dari Singkawang-Kalbar, kami berdua termasuk orang yang begitu semangat untuk mengikuti seminar dibanding teman2 kami yang lain. Apalagi kalau biaya terjangkau dan diadakan di luar kota. Bisa sekalian jalan2. * Anggap itu sebagai bonus.. ^_^ *

Kalau sudah begitu, banyak teman2 yang komen.. "Kalian ikut seminar kok g ngajak2." Aku menjawabnya sj sudah malas duluan. Minta disemprot memang. >_<

Oiya, perpanjangan STR tidak semua menggunakan SKP yang didapat dari mengikuti kegiatan seminar. Tapi sebagian jumlah SKP yang lain didapatkan melalui jasa layanan rawat jalan/inap. Dengan penghitungan selama kurun waktu lima tahun, paling tidak kita harus mencapai layanan pasien sebanyak 4.800 pasien. Masya Allah. O_O

Sekarang keresahan datang dari aku dan teman2ku yang melakukan jasa layanan rawat jalan di sebuah klinik atau praktek mandiri. Dibandingkan di Rumah Sakit, jumlah kunjungan pasien di klinik pastilah berbeda. Mengingat kondisi klinik atau praktek mandiri yang fluktuatif, kadang banyak kadang sedikit. Tidak menentu. Dan belum mencukupi untuk perpanjangan STR.

Lalu bagaimana jika SKP tidak cukup untuk melakukan perpanjangan STR? Maka akan dilakukan uji evaluasi berbayar. Dan apabila tidak lolos uji evaluasi, akan dilakukan uji remidial dan dikenakan biaya lagi. Jelas tidak murah. Karena pusat yang mengadakan dan memutuskan.

Dan komentar dari seorang teman, membuatku tertawa. " wes..tau peraturannya kayak gini, dikit2 uang. Mending nikah lah. Ngurus anak bojo. Pahala juga" Hahaha. Komentar ini benar adanya. :D

Apapun keadaannya, kita sudah disumpah untuk menjadi tenaga kesehatan yang kompeten dan amanah. Hubungannya bukan lagi manusia dengan manusia, tapi dengan Sang Pencipta.

Hidup Fisioterapi Indonesia..!!

Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Music

Arsip Blog